PANDUAN SHOLAT IDUL FITHRI & SHOLAT IDUL ADHA


1
Panduan Shalat Idul Fithri dan Idul Adha Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, para sahabat dan orang-orang yang meniti jalan mereka hingga akhir zaman. Berikut adalah panduan ringkas dalam shalat ‘ied, baik shalat ‘Idul Fithri atau pun ‘Idul Adha. Yang kami sarikan dari beberapa penjelasan ulama. Semoga bermanfaat. Hukum Shalat ‘Ied
Menurut pendapat yang lebih kuat, hukum shalat ‘ied adalah wajib bagi setiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan yang dalam keadaan mukim1. Dalil dari hal ini adalah hadits dari Ummu ‘Athiyah, beliau berkata, أَ سََِ بَٔ - رَعِ ىِٕ ا جٌَِّٕىَّ -ص ىٍ الله ع وظ -ٍُ - أَ خُِٔسِجَ فِى ا عٌِْ دٍَ ا عٌَْىَارِكَ وَذَوَادِ ا خٌُْدُوزِ وَأَ سََِ ا حٌُْضٍََّ أَ عٌَِزَصِ صَُِ ىٍَّ ا عٌُِّْ يٍِِّنَ.
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepada kami pada saat shalat ‘ied (Idul Fithri ataupun Idul Adha) agar mengeluarkan para gadis (yang baru beanjak dewasa) dan wanita yang dipingit, begitu pula wanita yang sedang haidh. Namun beliau memerintahkan pada wanita yang sedang haidh untuk menjauhi tempat shalat.”2 Dalam riwayat yang lainnya, Ummu ‘Athiyah mengatakan, وُ بَّٕ ؤُِٔ سَُِ ثِب خٌُْسُوجِ فِى ا عٌِْ دٍَ وَا خٌَُّْجَّأَحُ وَا جٌِْىْسُ لَبذٌَِ ا حٌُْضٍَُّ خٌَِسُجِ فَ ىٍَُ خَ فٍَْ ا بٌَّٕضِ ىٌَُجِّسِ عََِ ا بٌَّٕضِ.
“Dulu kami diperintah untuk keluar ketika shalat ‘ied, termasuk pula wanita pingitan dan gadis perawan.” Ummu ‘Athiyah mengatakan lagi, “Wanita yang mengalami haidh juga ikut keluar dan mereka berada di belakang shaf para jama’ah. Mereka pun ikut bertakbir bersama jama’ah.”3
Di antara alasan wajibnya shalat ‘ied dikemukakan oleh Shidiq Hasan Khon (murid Asy Syaukani).4
1 Lihat Bughyatul Mutathowwi’ fii Sholatit Tathowwu’, Muhammad bin ‘Umar bin Salim Bazmoul, hal. 109-110, Dar Al Imam Ahmad, cetakan pertama, tahun 1427 H. 2 HR. Muslim no. 890, dari Muhammad, dari Ummu ‘Athiyah. 3 HR. Muslim no. 890, dari Hafshoh binti Siirin, dari Ummu ‘Athiyah. 4 Kami sarikan dari Ar Roudhotun Nadiyah Syarh Ad Durorul Bahiyyah, 1/202, Darul ‘Aqidah, cetakan pertama, 1422 H.
Rumaysho.com Panduan Shalat ‘Ied
2
Pertama: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terus menerus melakukannya. Kedua: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintah kaum muslimin untuk keluar rumah untuk menunaikan shalat ‘ied. Perintah untuk keluar rumah menunjukkan perintah untuk melaksanakan shalat ‘ied itu sendiri bagi orang yang tidak punya udzur. Di sini dikatakan wajib karena keluar rumah merupakan wasilah (jalan) menuju shalat. Jika wasilahnya saja diwajibkan, maka tujuannya (yaitu shalat) otomatis juga wajib. Ketiga: Ada perintah dalam Al Qur’an yang menunjukkan wajibnya shalat ‘ied yaitu firman Allah Ta’ala, فَصَ سٌَِثِِّهَ وَا حَِٔسِ
“Dirikanlah shalat dan berqurbanlah (an nahr).” (QS. Al Kautsar: 2). Maksud ayat ini adalah perintah untuk melaksanakan shalat ‘ied. Keempat: Shalat jum’at menjadi gugur bagi orang yang telah melaksanakan shalat ‘ied jika kedua shalat tersebut bertemu pada hari ‘ied. Padahal sesuatu yang wajib hanya boleh digugurkan dengan yang wajib pula. Jika shalat jum’at itu wajib, demikian halnya dengan shalat ‘ied. –Demikian penjelasan Shidiq Hasan Khon yang kami sarikan-.
Inilah pendapat yang lebih kuat dari dua pendapat lainnya mengenai hukum shalat ‘ied. Pendapat ini ialah pendapat ulama Hanafiyah, salah satu pendapat Imam Asy Syafi’i, salah satu pendapat Imam Ahmad, pendapat sebagian ulama Malikiyah dan pendapat yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.5
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Pendapat yang menyatakan bahwa hukum shalat ‘ied adalah wajib bagi setiap muslim lebih kuat daripada yang menyatakan bahwa hukumnya adalah fardhu kifayah (wajib bagi sebagian orang saja). Adapun pendapat yang mengatakan bahwa hukum shalat ‘ied adalah sunnah (dianjurkan, bukan wajib), ini adalah pendapat yang sangat-sangat lemah. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri memerintahkan untuk melakukan shalat ini. Lalu beliau sendiri dan para khulafaur rosyidin (Abu Bakr, ‘Umar, ‘Utsman, dan ‘Ali, -pen), begitu pula kaum muslimin setelah mereka terus menerus melakukan shalat ‘ied. Dan tidak dikenal sama sekali kalau ada di satu negeri Islam ada yang meninggalkan shalat ‘ied. Shalat ‘ied adalah salah satu syi’ar Islam yang terbesar. ... Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memberi keringanan bagi wanita untuk meninggalkan shalat ‘ied, lantas bagaimana lagi dengan kaum pria?”6 Waktu Pelaksanaan Shalat ‘Ied
Menurut mayoritas ulama –ulama Hanafiyah, Malikiyah dan Hambali-, waktu shalat ‘ied dimulai dari matahari setinggi tombak7 sampai waktu zawal (matahari bergeser ke barat).8
5 Lihat Shahih Fiqh Sunnah, Syaikh Abu Malik, 1/598-599, Al Maktabah At Taufiqiyah. 6 Majmu’ Al Fatawa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, 24/183, Darul Wafa’, cetakan ketiga, tahun 1426 H. 7 Yang dimaksud, kira-kira 2o menit setelah matahari terbit sebagaimana keterangan Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin dalam Syarh Hadits Al Arba’in An Nawawiyah yang pernah kami peroleh ketika beliau membahas hadits no. 26.
Rumaysho.com Panduan Shalat ‘Ied
3
Ibnul Qayyim mengatakan, “Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam biasa mengakhirkan shalat 'Idul Fitri dan mempercepat pelaksanaan shalat 'Idul Adha. Ibnu ‘Umar yang sangat dikenal mencontoh ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah keluar menuju lapangan kecuali hingga matahari meninggi.”9
Tujuan mengapa shalat ‘Idul Adha dikerjakan lebih awal adalah agar orang-orang dapat segera menyembelih qurbannya. Sedangkan shalat ‘Idul Fitri agak diundur bertujuan agar kaum muslimin masih punya kesempatan untuk menunaikan zakat fithri.10 Tempat Pelaksanaan Shalat ‘Ied Tempat pelaksanaan shalat ‘ied lebih utama (lebih afdhol) dilakukan di tanah lapang, kecuali jika ada udzur seperti hujan. Abu Sa’id Al Khudri mengatakan, وَب زَظُىيُ ا - ص ىٍ الله ع وظ - خٌَِسُجُ ىٌَِ ا فٌِْطْسِ وَالأَضِحَى إِ ىٌَ ا صٌَُّْ ىٍَّ
“Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam biasa keluar pada hari raya ‘Idul Fithri dan ‘Idul Adha menuju tanah lapang.”11 Sedangkan untuk di Makkah lebih utama shalat Masjidil Haram tanpa mesti keluar ke tanah lapang. Hal inilah yang dipraktekkan oleh para ulama, mereka selalu melaksanakan shalat ‘ied di Makkah di Masjidil Haram.
Menurut An Nawawi –salah satu ulama besar Syafi’iyah-, “Hadits Abu Sa’id Al Khudri di atas adalah dalil bagi orang yang menganjurkan bahwa shalat ‘ied baiknya dilakukan di tanah lapang dan ini lebih afdhol (lebih utama) daripada melakukannya di masjid. Inilah yang dipraktekkan oleh kaum muslimin di berbagai negeri. Adapun penduduk Makkah, maka sejak masa silam shalat ‘ied mereka selalu dilakukan di Masjidil Haram.”12
Dalam masalah shalat ‘ied di masjid ataukah di tanah lapang, ulama Syafi’iyah ada dua rincian: [1] Jika masjid masih masih luas dan masih bisa memuat jama’ah sebagaimana Masjidil Haram, maka lebih utama shalat di masjid. [2] Jika masjid begitu sempit dan tidak bisa memuat banyak jama’ah, maka lebih utama shalat di tanah lapang. Pendapat yang merinci semacam ini adalah salah satu pendapat dari ulama Syafi’iyah dan dianut oleh kebanyakan ulama mereka.13 Dari sini, sudah sepatutnya kita menghargai pendapat ulama yang memiliki pemahaman berbeda dalam memahami hadits Abu Sa’id Al Khudri di atas. Intinya, shalat ‘ied di tanah lapang menunjukkan afdholiyah (keutamaan) dan bukan merupakan kewajiban. Wallahu a’lam.
8 Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 1/599 dan Ar Roudhotun Nadiyah, 1/206-207. 9 Zaadul Ma’ad fii Hadyi Khoiril ‘Ibad, Ibnu Qayyim Al Jauziyah, 1/425, Muassasah Ar Risalah, cetakan ke-14, tahun 1407 H [Tahqiq: Syu’aib Al Arnauth dan ‘Abdul Qadir Al Arnauth] 10 Lihat Minhajul Muslim, Abu Bakr Jabir Al Jaza-iri, hal. 201, Darus Salam, cetakan keempat. 11 HR. Bukhari no. 956 dan Muslim no. 889. 12 Syarh Muslim, An Nawawi, 3/280, Mawqi’ Al Islam. 13 Lihat idem.
Rumaysho.com Panduan Shalat ‘Ied
4
Tuntunan Ketika Hendak Keluar Melaksanakan Shalat ‘Ied
Pertama: Dianjurkan untuk mandi sebelum berangkat shalat. Ibnul Qayyim mengatakan, “Terdapat riwayat yang shahih yang menceritakan bahwa Ibnu ‘Umar yang dikenal sangat mencontoh ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mandi pada hari ‘ied sebelum berangkat shalat.”14 Riwayat ini memiliki sanad yang shahih.15
Kedua: Berhias diri dan memakai pakaian yang terbaik. Ibnul Qayyim mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa keluar ketika shalat ‘Idul Fithri dan ‘Idul Adha dengan pakaiannya yang terbaik.”16 Ketiga: Makan sebelum keluar menuju shalat ‘ied khusus untuk shalat ‘Idul Fithri. Anas bin Malik mengatakan, وَب زَظُىيُ ا - ص ىٍ الله ع وظ - لاَ غٌَِدُو ىٌَِ ا فٌِْطْسِ حَزَّى أٌَْوُ رَ سََّادٍ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa sebelum berangkat shalat ‘ied, beliau memakan beberapa butir kurma terlebih dahulu.”17 Dari ‘Abdullah bin Buraidah, dari ayahnya, ia berkata, وَب زَظُىيُ ا -ص ىٍ الله ع وظ -ٍُ لاَ غٌَِدُو ىٌَِ ا فٌِْطْسِ حَزَّى أٌَْوُ وَلاَ أٌَْوُ ىٌَِ الأَضِحَى حَزَّى سٌَِجِعَ فَ أٍَْوُ أُضِحِ زٍَِِّٗ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berangkat shalat ‘ied pada hari Idul Fithri dan beliau makan terlebih dahulu. Sedangkan pada hari Idul Adha, beliau tidak makan lebih dulu kecuali setelah pulang dari shalat ‘ied baru beliau menyantap hasil qurbannya.”18
Hikmah dianjurkan makan sebelum berangkat shalat Idul Fithri adalah agar tidak disangka bahwa hari tersebut masih hari berpuasa. Sedangkan untuk shalat Idul Adha dianjurkan untuk tidak makan terlebih dahulu adalah agar daging qurban bisa segera disembelih dan dinikmati setelah shalat ‘ied.19 Keempat: Bertakbir ketika keluar hendak shalat ‘ied. Dalam suatu riwayat disebutkan,
14 Zaadul Ma’ad fii Hadyi Khoiril ‘Ibad, 1/425. 15 Dikeluarkan oleh Imam Malik (426), Imam Asy Syafi’i (73), dan ‘Abdur Rozaq (5754). Syaikh Abu Malik –penulis Shahih Fiqh Sunnah- mengatakan bahwa sanad riwayat ini shahih. Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 1/602, Al Maktabah At Taufiqiyah. 16 Zaadul Ma’ad fii Hadyi Khoiril ‘Ibad, 1/425. 17 HR. Bukhari no. 953. 18 HR. Ahmad 5/352.Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan. 19 Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 1/602.
Rumaysho.com Panduan Shalat ‘Ied
5
وَب صَ ىٍَّ اللهُ عَ وَظَ خٌَِسُجُ ىٌَِ ا فٌِطْسِ فَ ىٍَُجِّس حَزَّى أٌَْرِ المُصَ ىٍَّ وَحَزَّى مٌَْضِ ا صٌَّلاَحَ فَئِذَا لَضَى ا صٌَّلاَحَ ؛ لَطَعَ
ا زٌَّىْجِ سٍِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa keluar hendak shalat pada hari raya ‘Idul Fithri, lantas beliau bertakbir sampai di lapangan dan sampai shalat hendak dilaksanakan. Ketika shalat hendak dilaksanakan, beliau berhenti dari bertakbir.”20 Dari Ibnu ‘Umar, ia berkata, أ زظىي الله ص ىٍ الله ع و ظ وب يخسج في ا عٌ دٍ عِ ا فٌض ث عجبض وعجد الله وا عٌجبض وع وجعفس
والحع والحعين وأظب خِ ث ش دٌ وش دٌ ث حبزثخ وأيم اث أ أيم زضى الله ع هٕ زافعب صىر ثب زٌه وا زٌىجير
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berangkat shalat ‘ied (Idul Fithri dan Idul Adha) bersama Al Fadhl bin ‘Abbas, ‘Abdullah bin’Abbas, ‘Ali, Ja’far, Al Hasan, Al Husain, Usamah bin Zaid, Zaid bin Haritsah, dan Ayman bin Ummi Ayman, mereka mengangkat suara membaca tahlil (laa ilaha illallah) dan takbir (Allahu Akbar).”21 Tata cara takbir ketika berangkat shalat ‘ied ke lapangan: Pertama: Disyari’atkan dilakukan oleh setiap orang dengan menjahrkan (mengeraskan) bacaan takbir. Ini berdasarkan kesepakatan empat ulama madzhab. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, وَ شٌَِسَعُ ىٌُِ أَحَدٍ أَ جٌَِهَسَ ثِب زٌَّىْجِيرِ عِ دَِٕ ا خٌُْسُوجِ إ ىٌَ ا عٌِْ دٍِ . وَ رََ٘ا ثِبرِّفَبقِ ا أٌَْئِ خَِّّ ا أٌَْزِثَعَخِ
“Disyari’atkan bagi setiap orang untuk mengeraskan suara takbir ketika berangkat menuju tempat shalat ‘ied. Ini telah menjadi kesepakatan para ulama dari empat madzhab.”22 Kedua: Di antara lafazh takbir adalah, ا أَوْجَسُ ا أَوْجَسُ بٌَ إ إ بٌَّ ا وَاَ أَوْجَسُ ا أَوْجَسُ وَ ا حٌَْ دُِّ
“Allahu akbar, Allahu akbar, laa ilaaha illallah wallahu akbar, Allahu akbar wa lillahil hamd (Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, tidak ada sesembahan yang berhak disembah dengan benar selain Allah, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, segala pujian hanya untuk-Nya)” Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa lafazh ini dinukil dari banyak sahabat, bahkan ada riwayat yang menyatakan bahwa lafazh ini marfu’ yaitu sampai pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.23
20 Dikeluarkan dalam As Silsilahh Ash Shahihah no. 171. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa riwayat ini shahih. 21 Dikeluarkan oleh Al Baihaqi (3/279). Hadits ini hasan. Lihat Al Irwa’ (3/123) 22 Majmu’ Al Fatawa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, 24/220, Darul Wafa’, cetakan ketiga, tahun 1426 H. 23 Idem
Rumaysho.com Panduan Shalat ‘Ied
6
Syaikhul Islam juga menerangkan bahwa jika seseorang mengucapkan “Allahu Akbar, Allahu akbar, Allahu akbar”, itu juga diperbolehkan.24 Kelima: Menyuruh wanita dan anak kecil untuk berangkat shalat ‘ied. Dalilnya sebagaimana disebutkan dalam hadits Ummu ‘Athiyah yang pernah kami sebutkan. Namun wanita tetap harus memperhatikan adab-adab ketika keluar rumah, yaitu tidak berhias diri dan tidak memakai harum-haruman. Sedangkan dalil mengenai anak kecil, Ibnu ‘Abbas –yang ketika itu masih kecil- pernah ditanya, “Apakah engkau pernah menghadiri shalat ‘ied bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam?” Ia menjawab, عََٔ ، وَ ىٌَِلاَ ىََِب ىِٔ ا صٌِّغَسِ بَِ شَهِدِرُُٗ
“Iya, aku menghadirinya. Seandainya bukan karena kedudukanku yang termasuk sahabat-sahabat junior, tentu aku tidak akan menghadirinya.”25 Keenam: Melewati jalan pergi dan pulang yang berbeda. Dari Jabir, beliau mengatakan, وَب ا جٌَِّٕىُّ - ص ىٍ الله ع وظ - إِذَا وَب ىٌَِ عِ دٍٍ خَبفٌََ ا طٌَّسِ كٌَ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika shalat ‘ied, beliau lewat jalan yang berbeda ketika berangkat dan pulang.”26 Ketujuh: Dianjurkan berjalan kaki sampai ke tempat shalat dan tidak memakai kendaraan kecuali jika ada hajat. Dari Ibnu ‘Umar, beliau mengatakan, وَب زَظُىيُ ا -ص ىٍ الله ع وظ -ٍُ خٌَِسُجُ إِ ىٌَ ا عٌِْ دٍِ بَِشِ بٍّ وَ سٌَِجِعُ بَِشِ بٍّ.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berangkat shalat ‘ied dengan berjalan kaki, begitu pula ketika pulang dengan berjalan kaki.”27 Tidak Ada Shalat Sunnah Qobliyah ‘Ied dan Ba’diyah ‘Ied Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata, أَ زَظُىيَ ا -ص ىٍ الله ع وظ -ٍُ خَسَجَ ىٌَِ أَضِحَى أَوِ فِطْسٍ فَصَ ىٍَّ زَوْعَزَ صٌَُ لَجِ هٍََب وَلاَ ثَعِدَ بَ٘
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah keluar pada hari Idul Adha atau Idul Fithri, lalu beliau mengerjakan shalat ‘ied dua raka’at, namun beliau tidak mengerjakan shalat qobliyah maupun ba’diyah ‘ied.”28
24 Idem 25 HR. Bukhari no. 977. 26 HR. Bukhari no. 986. 27 HR. Ibnu Majah no. 1295. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan.
Rumaysho.com Panduan Shalat ‘Ied
7
Tidak Ada Adzan dan Iqomah Ketika Shalat ‘Ied Dari Jabir bin Samuroh, ia berkata, صَ ذٍٍَُِّ عََِ زَظُىيِ ا -ص ىٍ الله ع وظ -ٍُ ا عٌِْ دٍَ غَ سٍَِ سََِّحٍ وَلاَ سََِّرَ ثِغَ سٍِِ أَذَا وَلاَ إِلَب خٍَِ.
“Aku pernah melaksanakan shalat ‘ied (Idul Fithri dan Idul Adha) bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bukan hanya sekali atau dua kali, ketika itu tidak ada adzan maupun iqomah.”29
Ibnul Qayyim mengatakan, “Jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai ke tempat shalat, beliau pun mengerjakan shalat ‘ied tanpa ada adzan dan iqomah. Juga ketika itu untuk menyeru jama’ah tidak ada ucapan “Ash Sholaatul Jaam’iah.” Yang termasuk ajaran Nabi adalah tidak melakukan hal-hal semacam tadi.”30 Tata Cara Shalat ‘Ied
Jumlah raka’at shalat Idul Fithri dan Idul Adha adalah dua raka’at. Adapun tata caranya adalah sebagai berikut.31 Pertama: Memulai dengan takbiratul ihrom, sebagaimana shalat-shalat lainnya.
Kedua: Kemudian bertakbir (takbir zawa-id/tambahan) sebanyak tujuh kali takbir -selain takbiratul ihrom- sebelum memulai membaca Al Fatihah. Boleh mengangkat tangan ketika takbir-takbir tersebut sebagaimana yang dicontohkan oleh Ibnu ‘Umar. Ibnul Qayyim mengatakan, “Ibnu ‘Umar yang dikenal sangat meneladani Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mengangkat tangannya dalam setiap takbir.”32
Ketiga: Di antara takbir-takbir (takbir zawa-id) yang ada tadi tidak ada bacaan dzikir tertentu. Namun ada sebuah riwayat dari Ibnu Mas’ud, ia mengatakan, “Di antara tiap takbir, hendaklah menyanjung dan memuji Allah.”33 Syaikhul Islam mengatakan bahwa sebagian salaf di antara tiap takbir tadi membaca bacaan, ظُجِحَب ا وَا حٌَْ دُِّ وَ بٌَ إ إ بٌَّ ا وَاَ أَوْجَسُ . ا هٌٍَُّ اغْفِسِ وَازِحًَِِّٕ
“Subhanallah wal hamdulillah wa laa ilaha illallah wallahu akbar. Allahummaghfirlii war hamnii (Maha suci Allah, segala pujian bagi-Nya, tidak ada sesembahan yang benar untuk disembah selain Allah. Ya Allah, ampunilah aku dan rahmatilah aku).” Namun ingat sekali lagi, bacaannya tidak dibatasi dengan bacaan ini. Boleh juga membaca bacaan lainnya asalkan di dalamnya berisi pujian pada Allah Ta’ala.
28 HR. Bukhari no. 964 dan Muslim no. 884. 29 HR. Muslim no. 887. 30 Zaadul Ma’ad, 1/425. 31 Kami sarikan dari Shahih Fiqh Sunnah, 1/607. 32 Idem 33 Dikeluarkan oleh Al Baihaqi (3/291). Syaikh ‘Ali Hasan ‘Ali ‘Abdul Hamid mengatakan bahwa sanad hadits ini qowiy (kuat). Lihat Ahkamul ‘Idain, Syaikh ‘Ali Hasan ‘Ali ‘Abdul Hamid, hal. 21, Al Maktabah Al Islamiy, cetakan pertama, tahun 1405 H.
Rumaysho.com Panduan Shalat ‘Ied
8
Keempat: Kemudian membaca Al Fatihah, dilanjutkan dengan membaca surat lainnya. Surat yang dibaca oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah surat Qaaf pada raka’at pertama dan surat Al Qomar pada raka’at kedua. Ada riwayat bahwa ‘Umar bin Al Khattab pernah menanyakan pada Waqid Al Laitsiy mengenai surat apa yang dibaca oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika shalat ‘Idul Adha dan ‘Idul Fithri. Ia pun menjawab, وَب مٌَْسَأُ فِ هٍِ بَّ ةِ )ق وَا مٌُْسِآ ا جٌَِّْ دٍِ( وَ )الْزَسَثَذِ ا عٌَّبعَخُ وَا شَِٔكَّ ا مٌَْ سَُّ(
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca “Qaaf, wal qur’anil majiid” (surat Qaaf) dan “Iqtarobatis saa’atu wan syaqqol qomar” (surat Al Qomar).”34 Boleh juga membaca surat Al A’laa pada raka’at pertama dan surat Al Ghosiyah pada raka’at kedua. Dan jika hari ‘ied jatuh pada hari Jum’at, dianjurkan pula membaca surat Al A’laa pada raka’at pertama dan surat Al Ghosiyah pada raka’at kedua, pada shalat ‘ied maupun shalat Jum’at. Dari An Nu’man bin Basyir, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, وَب زَظُىيُ ا -ص ىٍ الله ع وظ -ٍُ مٌَْسَأُ فِى ا عٌِْ دٍَ وَفِى ا جٌُْ عَُّخِ ةِ )ظَجِّحِ اظِ زَثِّهَ الأَعِ ىٍَ( وَ ) أَرَبنَ
حَدِ ثٌُ ا غٌَْبشِ خٍَِ( لَبيَ وَإِذَا اجِزَ عََّ ا عٌِْ دٍُ وَا جٌُْ عَُّخُ فِى ىٌَِ وَاحِدٍ مٌَْسَأُ ثِهِ بَّ أَ ضٌِّب فِى ا صٌَّلاَرٍَِِٓ .
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca dalam shalat ‘ied maupun shalat Jum’at “Sabbihisma robbikal a’la” (surat Al A’laa) dan “Hhal ataka haditsul ghosiyah” (surat Al Ghosiyah).” An Nu’man bin Basyir mengatakan begitu pula ketika hari ‘ied bertepatan dengan hari Jum’at, beliau membaca kedua surat tersebut di masing-masing shalat.35 Kelima: Setelah membaca surat, kemudian melakukan gerakan shalat seperti biasa (ruku, i’tidal, sujud, dst). Keenam: Bertakbir ketika bangkit untuk mengerjakan raka’at kedua. Ketujuh: Kemudian bertakbir (takbir zawa-id/tambahan) sebanyak lima kali takbir -selain takbir bangkit dari sujud- sebelum memulai membaca Al Fatihah. Kedelapan: Kemudian membaca surat Al Fatihah dan surat lainnya sebagaimana yang telah disebutkan di atas. Kesembilan: Mengerjakan gerakan lainnya hingga salam. Khutbah Setelah Shalat ‘Ied Dari Ibnu ‘Umar, ia mengatakan,
وَب زَظُىيُ ا - ص ىٍ الله ع وظ - وَأَثُى ثَىْسٍ وَعُ سَُّ - زضى الله ع هٕ بّ - صٌَُ ىٍُّ ا عٌِْ دٍَ لَجِ ا خٌُْطْجَخِ
34 HR. Muslim no. 891 35 HR. Muslim no. 878.
Rumaysho.com Panduan Shalat ‘Ied
9
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Abu Bakr, begitu pula ‘Umar biasa melaksanakan shalat ‘ied sebelum khutbah.”36
Setelah melaksanakan shalat ‘ied, imam berdiri untuk melaksanakan khutbah ‘ied dengan sekali khutbah (bukan dua kali seperti khutbah Jum’at).37 Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan khutbah di atas tanah dan bukan di atas mimbar.38 Beliau pun memulai khutbah dengan “hamdalah” (ucapan alhamdulillah) sebagaimana khutbah-khutbah beliau yang lainnya.
Ibnul Qayyim mengatakan, “Dan tidak diketahui dalam satu hadits pun yang menyebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membuka khutbah ‘iednya dengan bacaan takbir. … Namun beliau memang sering mengucapkan takbir di tengah-tengah khutbah. Akan tetapi, hal ini tidak menunjukkan bahwa beliau selalu memulai khutbah ‘iednya dengan bacaan takbir.”39 Jama’ah boleh memilih mengikuti khutbah ‘ied ataukah tidak. Dari ‘Abdullah bin As Sa-ib, ia berkata bahwa ia pernah menghadiri shalat ‘ied bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tatkala beliau selesai menunaikan shalat, beliau bersabda, إِ بَّٔ خَِٔطُتُ فَ أَحَتَّ أَ جٌَِ طٍَِ خٌٍُِْطْجَخِ فَ جٍٍَِْ طٍِِ وَ أَحَتَّ أَ رٌَْ تََ٘ فَ رٍٍَْْ تَِ٘
“Aku saat ini akan berkhutbah. Siapa yang mau tetap duduk untuk mendengarkan khutbah, silakan duduk. Siapa yang ingin pergi, silakan ia pergi.”40 Ucapan Selamat Hari Raya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan, أَ بَِّ ا زٌَّهِ ئَِٕخُ ىٌَِ ا عٌِْ دٍِ مٌَُىيُ ثَعِضُهُ جٌَِعِضٍ إذَا مٌَِ ثَعِدَ صَ بٍَحِ ا عٌِْ دٍِ : رَمَجَّ ا بَِِّٕ وَ ىُِِِٕ وَأَحَب ا عَ هٍٍَِ وَ حَِٔىُ ذَهٌَِ
فَهَرَا لَدِ زُوِيَ عَ طَبئِفَخٍ ا صٌَّحَبثَخِ أَ هَُّٔ وَب ىُٔا فٌَْعَ ىٍُ وَزَخَّصَ فِ ا أٌَْئِ خَُّّ وَأَحِ دََّ وَغَ سٍِِ . ىٌَِ لَبيَ أَحِ دَّ : أَ بَٔ بٌَ
أَثِزَدِاُ أَحَدّا فَئِ اثِزَدَأَ أَحَدْ أَجَجِز وَذَهٌَِ أٌَِ جَىَاةَ ا زٌَّحِ خٍَِّ وَاجِتْ وَأَ بَِّ ا بٌِثِزِدَاءُ ثِب زٌَّهِ ئَِٕخِ فَ طٍٍََِ ظُ خًَّٕ أَِْ ىُِزّا ثِهَب وَ بٌَ ىَُ٘
أَ ضٌِّب بَِِّّ هُِٔ عَ فَ فَعَ فَ لُدِوَحٌ وَ رَسَوَ فَ لُدِوَحٌ . وَاَ أَعِ .
“Adapun tentang ucapan selamat (tah-niah) ketika hari ‘ied seperti sebagian orang mengatakan pada yang lainnya ketika berjumpa setelah shalat ‘ied, “Taqobbalallahu minna wa minkum wa ahaalallahu ‘alaika” dan semacamnya, maka seperti ini telah diriwayatkan oleh beberapa sahabat Nabi. Mereka biasa mengucapkan semacam itu dan para imam juga memberikan keringanan dalam melakukan hal ini sebagaimana Imam Ahmad dan lainnya. Akan tetapi, Imam Ahmad mengatakan, “Aku tidak mau mendahului mengucapkan selamat hari raya pada seorang pun. Namun kalau ada yang mengucapkan
36 HR. Bukhari no. 963 dan Muslim no. 888. 37 Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 1/607. 38 Lihat keterangan dari Ibnul Qayyim dalam Zaadul Ma’ad, 1/425. Yang pertama kali mengeluarkan mimbar dari masjid ketika shalat ‘ied adalah Marwan bin Al Hakam. 39 Idem 40 HR. Abu Daud no. 1155 dan Ibnu Majah no. 1290. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.
Rumaysho.com Panduan Shalat ‘Ied
10
selamat padaku, aku akan membalasnya”. Imam Ahmad melakukan semacam ini karena menjawab ucapan selamat adalah wajib, sedangkan memulai mengucapkannya bukanlah sesuatu yang dianjurkan. Dan sebenarnya bukan hanya beliau yang tidak suka melakukan semacam ini. Intinya, barangsiapa yang ingin mengucapkan selamat, maka ia memiliki qudwah (contoh). Dan barangsiapa yang meninggalkannya, ia pun memiliki qudwah (contoh).” Bila Hari ‘Ied Jatuh pada Hari Jum’at Bila hari ‘ied jatuh pada hari Jum’at, maka bagi orang yang telah melaksanakan shalat ‘ied, ia punya pilihan untuk menghadiri shalat Jum’at atau tidak. Namun imam masjid dianjurkan untuk tetap melaksanakan shalat Jum’at agar orang-orang yang punya keinginan menunaikan shalat Jum’at bisa hadir, begitu pula orang yang tidak shalat ‘ied bisa turut hadir. Pendapat ini dipilih oleh mayoritas ulama Hambali. Dan pendapat ini terdapat riwayat dari ‘Umar, ‘Utsman, ‘Ali, Ibnu ‘Umar, Ibnu ‘Abbas dan Ibnu Az Zubair. Dalil dari hal ini adalah: Pertama: Diriwayatkan dari Iyas bin Abi Romlah Asy Syamiy, ia berkata, “Aku pernah menemani Mu’awiyah bin Abi Sufyan dan ia bertanya pada Zaid bin Arqom, أَشَهِدِدَ عََِ زَظُىيِ ا -ص ىٍ الله ع وظ -ٍُ عِ دٍَ اجِزَ عََّب فِى ىٌَِ لَبيَ عََٔ .ُِ لَبيَ فَىَفٍَِ صَ عََٕ لَبيَ صَ ىٍَّ ا عٌِْ دٍَ ثُ .» شَبءَ أَ صٌَُ ىٍَِّ فَ صٍٍَُْ « زَخَّصَ فِى ا جٌُْ عَُّخِ فَمَبيَ
“Apakah engkau pernah menyaksikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertemu dengan dua ‘ied (hari Idul Fithri atau Idul Adha bertemu dengan hari Jum’at) dalam satu hari?” “Iya”, jawab Zaid. Kemudian Mu’awiyah bertanya lagi, “Apa yang beliau lakukan ketika itu?” “Beliau melaksanakan shalat ‘ied dan memberi keringanan untuk meninggalkan shalat Jum’at”, jawab Zaid lagi. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang mau shalat Jum’at, maka silakan melaksanakannya.”41
Kedua: Dari ‘Atho’, ia berkata, “Ibnu Az Zubair ketika hari ‘ied yang jatuh pada hari Jum’at pernah shalat ‘ied bersama kami di awal siang. Kemudian ketika tiba waktu shalat Jum’at Ibnu Az Zubair tidak keluar, beliau hanya shalat sendirian. Tatkala itu Ibnu ‘Abbas berada di Thoif. Ketika Ibnu ‘Abbas tiba, kami pun menceritakan kelakuan Ibnu Az Zubair pada Ibnu ‘Abbas. Ibnu ‘Abbas pun mengatakan, “Ia adalah orang yang menjalankan sunnah (ajaran Nabi) [ashobas sunnah].”42 Jika sahabat mengatakan ashobas sunnah(menjalankan sunnah), itu berarti statusnya marfu’ yaitu menjadi perkataan Nabi.43
Diceritakan pula bahwa ‘Umar bin Al Khottob melakukan seperti apa yang dilakukan oleh Ibnu Az Zubair. Begitu pula Ibnu ‘Umar tidak menyalahkan perbuatan Ibnu Az Zubair. Begitu pula ‘Ali bin Abi Tholib pernah mengatakan bahwa siapa yang telah menunaikan shalat ‘ied maka ia boleh tidak menunaikan
41 HR. Abu Daud no. 1070, Ibnu Majah no. 1310. Asy Syaukani dalam As Sailul Jaror (1/304) mengatakan bahwa hadits ini memiliki syahid (riwayat penguat). An Nawawi dalam Al Majmu’ (4/492) mengatakan bahwa sanad hadits ini jayyid (antara shahih dan hasan, pen). ‘Abdul Haq Asy Syubaili dalam Al Ahkam Ash Shugro (321) mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih. ‘Ali Al Madini dalam Al Istidzkar (2/373) mengatakan bahwa sanad hadits ini jayyid (antara shahih dan hasan, pen). Syaikh Al Albani dalam Al Ajwibah An Nafi’ah (49) mengatakan bahwa hadits ini shahih. Intinya, hadits ini bisa digunakan sebagai hujjah atau dalil. 42 HR. Abu Daud no. 1071. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. 43 Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 1/596.
Rumaysho.com Panduan Shalat ‘Ied
11
shalat Jum’at. Dan tidak diketahui ada pendapat sahabat lain yang menyelisihi pendapat mereka-mereka ini.44 Catatan:
Dianjurkan bagi imam masjid agar tetap mendirikan shalat Jum’at supaya orang yang ingin menghadiri shalat Jum’at atau yang tidak shalat ‘ied bisa menghadirinya. Dalil dari hal ini adalah dari An Nu’man bin Basyir, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca dalam shalat ‘ied dan shalat Jum’at “sabbihisma robbikal a’la” dan “hal ataka haditsul ghosiyah”.” An Nu’man bin Basyir mengatakan begitu pula ketika hari ‘ied bertepatan dengan hari Jum’at, beliau membaca kedua surat tersebut di masing-masing shalat.45 Karena imam dianjurkan membaca dua surat tersebut pada shalat Jum’at yang bertepatan dengan hari ‘ied, ini menunjukkan bahwa shalat Jum’at dianjurkan untuk dilaksanakan oleh imam masjid.
Siapa saja yang tidak menghadiri shalat Jum’at dan telah menghadiri shalat ‘ied –baik pria maupun wanita- maka wajib baginya untuk mengerjakan shalat Zhuhur (4 raka’at) sebagai ganti karena tidak menghadiri shalat Jum’at.46 Demikian beberapa penjelasan ringkas mengenai panduan shalat Idul Fithri dan Idul Adha. Semoga bermanfaat. Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna. Diselesaikan di Pangukan, Sleman, di hari yang baik untuk beramal sholih, 7 Dzulhijah 1430 H. Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel https://rumaysho.com
44 Lihat Shahih Fiqh Sunnah, Syaikh Abu Malik, 1/596, Al Maktabah At Taufiqiyah. 45 HR. Muslim no. 878. 46 Lihat Fatwa Al Lajnah Ad Da-imah lil Buhuts ‘Ilmiyah wal Ifta’, 8/182-183, pertanyaan kelima dari Fatwa no. 2358, Mawqi’ Al Ifta.

Poll

Do you like our website me ?

Yes (142) 81%

No (14) 8%

Nothing (20) 11%

Total votes: 176

Search site

=====****INDAHNYA BERBAGI****====